Minggu, 23 Mei 2010

AKULTURASI BUDAYA DI KAMPUNG INTERNASIONAL SOSROWIJAYAN




Pesona Kampung Backpacker ”Sosrowijayan”

Jika di Bali ada Popies lane, maka di Jogja ada Sosrowijayan.kawasan ini merupakan magnet bagi para wisatawan berkantong tipis untuk menikmati daya tarik Yogyakarta. Gang-gang sempit yang membaur dengan pemukiman penduduk terkadang menjadi celah akulturasi budaya para wisatawan dengan masyarakat setempat.




Matahari siang bersinar terik, namun hal iu tidak menyurutkan aktivitas wisata di jalan Malioboro. Begitu juga di Sosrowijayan.Kawasan Sosrowijayan adalah kawasan yang berada sekitar 200 m dari stasiun Tugu.Kawasan ini ditandai oleh sebuah jalan kecil ke arah barat yang bernama sama. Menghubungkan Jalan Jogonegaran dan Jalan Malioboro, Sosrowijayan dibagi menjadi dua daerah, yaitu Sosrowijayan Wetan dan Sosrowijayan Kulon. Daerah Sosrowijayan Wetan-lah yang kemudian dikenal sebagai kampung turis kedua di Yogyakarta setelah Prawirotaman. Kampung yang memiliki luas tidak lebih dari 0,2 km persegi ini merupakan kampung yang sangat unik, dengan perbaduan kultur antara Indonesia dengan kultur negara barat. Hal ini dapat terjadi dikarenakan hampir sebagian besar penduduk di Kampung Sosrowijayan bergerak di bidang jasa yang berhubungan dengan tourism, baik sebagai penilik dan pengelola hotel, pengusaha travel atau biro perjalanan, guide maupun usaha sampingan yang berkaitan dengan kehidupan hotel dan fasilitasnya seperti laundry, rumah makan, toko cindera mata maupun tourist information.


Siang itu suasana cukup ramai,meskipun menurut penduduk setempat, hari itu belum bisa dikatakan ramai dibandingkan waktu-waktu lain nya,”sekarang sih lagi ramai wisatawan, tapi biasanya bisa lebih ramai lagi. berkisar bulan juni-juli ataupun akhir tahun” ujar pak Sunuhadi,60 tahun,yang merupakan warga stempat.Tampak beberapa turis Menggendong ransel besar dipunggung nya ataupun sekedar berpakain santai sembari sibuk menikmati suasana Sosrowijayan. Selain sebagai kampung bule Sosrowijayan juga terkenal sebagai kawasan Backpacker para wisatawan dengan kocek terbatas, karena memang di daerah ini semua harga cukup terjangkau. Memasuki salah satu gang di daerah ini, terdapat Balai Pertemuan Daerah tersebut yang biasa digunakan penduduk setempat sebagai tempat pertemuan ataupun acara-acara kepentingan daerah tersebut. Menyusuri gang-gang sempit lebih jauh , terdapat sebuah lapangan bola dimana siang itu ada sekumpulan anak-anak bermain layang-layang, gundu, dan beberapa mainan tradisional lain nya. Dimalam hari biasanya kawasan ini lebih padat daripada siang hari Wisatawan banyak menghabiskan waktu disekitaran sosrowijayan pada malam hari untuk beristirahat di home stay, ataupun sekedar menghabiskan malam dengan hiburan sekitar sosrowijayan sambil berinteraksi dengan penduduk sekitar. Kebudayaan ataupun kebiasaan para wisatawan yang untuk beberapa daerah lain merupakan hal yang tabu, namun berbeda hal nya dengan di sosrowijayan. Masyarakat sepertinya telah terbiasa dan memaklumi gaya hidup dan culture para wisatawan.misalnya pulang larut, minum-minuman beralkohol, turis yang berpakaian seksi, dsb.

” Asal para turis ga mengganggu, masyarakat juga tidak akan keberatan dengan kebiasaan-kebiasaan yang dibawa dari tempat asal mereka. Toh kehadiran mereka juga membantu perekonomian masyarakat disini” ujar Ling-ling.Laki-laki berusia sekitar 30 tahun ini juga merupakan ketua Perkumpulan Gaet di sosrowijayan.. Ia yang merupakan penduduk asli sosrowijayan, mempelajasri berbagai bahasa dengan cara otodidak.
”Anggota perkumpulan gaet disini cukup banyak, namun skarang semakin berkurang karena banyak yang menjalin hubungan dangan klien mereka hingga menikah dan dibawa ke negara turis tersebut” ujar laki-laki dengan Flag di telinga nya itu.

Dengan pernikahan campur ini, terjadi perpaduan dua budaya yang berbeda. Anak dari pasangan pernikahan campur biasanya berperawakan indo (indonesia campuran).
” jangan heran kalo beberapa tahun kedepan akan banyak wajah-wajah seperti wulan guritno ataupun artis-artis blasteran indo lain nya” ujar ling-ling sembari tertawa.

Akulturasi budaya di Sosrowijayan
Persis seperti yang diungkapkan Lingling, masih dalam kawasan sosrowijayan tepat nya di sebuah cafe bernama ”Bintang” tampak beberapa meja di isi oleh beberapa turis yang tengah menikmati santap siang mereka. Tepat di beranda cafe paling depan, terlihat Laki-laki Dengan wajah ”Indonesia” yang kental, lebih tepat nya berwajah khas ”jawa” yang tengah berbincang hangat dengan seorang bule wanita berambut Blonde di hadapan nya. Laki-laki berusia 39 tahun itu bernama Agus Susalim. Dan bule wanita dihadapan nya adalah kekasih nya. Mas Agus lebih famous dipanggil Buto kenthung oleh penduduk sekitar.Agus adalah salah satu contoh penduduk sekitar yang melaksanakan pernikahan campur , karena sebelum nya ia pernah menikah dengan turis asal amerika dan mempunyai dua anak laki-laki. Selama pernikahan ia berdomisili di amerika. Namun pernikahan Agus dan Mantan istrinya bertahan 18 tahun, Karena akhirnya mereka bercerai.
”Mantan istri dan dua putra saya sekarang di amerika, saya berkunjung kesana satu tahun sekali,namun jika saya tidak bisa kesana, mereka yang akan datang kejogja” ujar laki-laki berperawakan gempal tersebut. Perpisahan nya dengan istri nya yang dahulu dikarenakan perbedaan pandangan. ” dalam menjalani hidup, saya baru memikirkan tahap pertama, namun ia telah memikirkan tahap ketiga. Selain itu, disana saya tidak mempunyai pekerjaan tetap, sehingga akhirnya kita berpisah” tambah laki-laki yang juga merupakan pemilik Home stay ”MAWAR” dan cafe Bintang tersebut. ” Anak saya di sana (amerika) wajah nya ganteng-ganteng seperti artis-artis sinetron. Salah satu nya saya beri nama Andre Michele Susalim, untuk menunjukan bahwa mereka masih ada keturunan jawa”ujar nya sembari tertawa ramah.

Budaya menjadi Daya tarik wisatawan
Agus susalim yang juga merupakan sosok yang terpandang di sekitar kampung Sosrowijayan itu menuturkan, bahwa daya tarik nya bagi turis tidak lain adalah Budaya yang ia punya. Memang saat itu agus tidak berpakaian adat jawa dan segala aksesoris nya. Sosok nya tinggi, gempal,berkulit sawo matang, rambut gondrong dengan tatoo di lengan kirinya dan pakaian santai ala bule lengkap dengan kacamata hitam yang di kaitkan diatas kepala nya. Namun ketika mulai berbincang, terlihat jelas ia adalah sosok masyarakat jawa sekaligus pecinta budaya nya. ” mantan istri ataupun Kekasih saya mencintai saya karena budaya saya, jika saya mengabaikan budaya saya, mereka malah tidak mencintai saya. Karena mereka sangat mengagumi budaya indonesia, dan mereka tidak mendapatkan itu di tempat asal mereka.” ujar anggota komunitas gamelan bali tersebut.
Penduduk sekitar, meskipun telah membaur dengan para wisatawan namun mereka masih memegang teguh budaya mereka, meskipun dilihat dari gaya hidup masyarakat sedikit banyak telah terpengaruh budaya para wisatawan, misal nya dari cara berpakaian dan segala aksesorisnya. Meski begitu, disini masih sangat kental toleransi dan tolong-menolong sesama masyarakat nya, terlihat dengan adanya perkumpulan-perkumpulan antar warga. ” Disini masyarakat masih sering mengadakan ronda untuk menjaga keamanan” ujarnya.

Terhitung sudah 5 kali perjalanan kekasih agus tersebut mengunjungi jogja, 2 kali dalam misi perkerjaan, dan 3 kali setelah nya dalam misi menemui pria jawa yang menjadi kekasih nya itu. Biasanya kunjungan wanita bernama Ria Van Huffle sekitar 7-10 hari. ” jogja sangat menarik,di negara saya, kegiatan saya hanya istirahat dirumah, berkerja, beraktivitas, kembali lagi kerumah, begitu seterus nya. Tidak terlalu perduli dengan tetangga. Berbeda dengan disini. Masyarakat begitu ramah” Ujar nya wanita yang berprofesi sebagai desainer Furniture tsb. Ia juga menambahkan, jogja sebagai kota dengan budaya yang masih terjaga, menjadi kota yang sangat inspiratif bagi karya-karya nya. ” saya bisa mendesain dimana saja dan kapan saja,dan saya rasa jogja kota yang sangat menarik sebagai tempat untuk mencari inspirasi” tambahnya sembari tersenyum.