Jumat, 23 Juli 2010

I LOSE YOU , MY HERO...




"when I was a kid, every morning I wake to sleep, and don't find you there, then I'll cry. then you will come to me.and carrying me on your back.I miss that moment, dad.. "
:'(


2 desember 2006
pukul 00.20 WIB

Melalui kaca , Saya melihat sosok berpakaian "pasien" itu berontak di tengah kesunyian ruang ICU di sebuah rumah sakit swasta di Ibukota Jambi.


ia dipaksa dokter dan perawat menelan selang sebesar ibu jari untuk menampung darah dari dalam tubuh nya.
yakk.. kolaborasi mematikan dari penyakit yang menyerang hati, darah tinggi dan malaria.
leveR membuat nya harus bertamu ke Rumah sakit. Padahal sejak ia hidup di dunia sampai usia 63 tahun,hanya 2 kali ia "menginap" di rumah sakit.
ini kali ke 3 dan sial nya di rumah sakit, penyakit malaria nya kambuh.malaria membuat badan ya panas tinggi, memicu darah tinggi. Lalu tiba-tiba tensi darah nya drop dan menyebabkan
pecah pembuluh darah dan menekan jantung! komplikasi yang hebat untuk membunuh seseorang!

pasien yang sedang koma itu tampak berbeda dari pasien -pasien koma lain yang hanya terbaring tak berdaya di tempatnya masing-masing. Ia berusaha mengerakan tubuh menguras semua sisa tenaga nya.seolah melawan sekuat tenaga penyakit yang menyiksa nya.

ia bergerak, gelisah, mencari , bergumam.
bergumam memanggil beberapa nama.

nama anak-anak dan istrinya.

dia pun memanggil nama saya. saya tidak berani masuk. tidak tega tepat nya.
tapi mereka menarik-narik saya . memaksa saya melihat sosok yang tengah berada di antara hidup dan mati itu.

akhir nya saya mengambil seragam wajib masuk keruang itu. tidak lupa masker.

Ruang "Kematian". begitu saya menyebut nya.
sunyi. dingin.sayub-sayub terdengar lafalan-lafalan ayat Al-Qur'an yang dilagukan.salawat-salawatan yang biasa digunakan untuk menuntun orang yang sedang mengalami Sakaratul maut. dikiri kanan ruangan terbaring orang-orang dengan berbagai penderitaan.hanya mematung di ranjang nya antara hidup dan mati. Yang terdengar paling jelas adalah bunyi mesin pengukur detak jantung. saya tidak tahu apa namanya. yang saya tahu suara "Tit.. tit.. tit.." dari mesin itu yang menentukan, masih hidup atau tidak nya seseorang yang terhubung dengan nya.

saya mulai mendekat ke sosok yang tengah bergumam gelisah tersebut. ujung kaki nya sudah mulai pucat. Ia terlihat sangat gelisah seolah tengah emncari seseorang.

saya mennyentuh nya, membenahi tangan nya. berbisik kepada nya.

"Saya disini ayah..., tenanng lah..."

hanya itu yang bisa saya bisikan kepadanya dengan air mata.
jika boleh memilih , lebih baik saya dipukuli atau dicampakan dengan hina oleh pacar saya daripada harus berada dalam kondisi seperti ini.

matanya masih terpejam,nafasnya sudah menggunakan mulut. dia terus bergerak ingin bangun. melawan semua rasa sakit. dia memangil nama saya. saya menyahuti sembari membelai nya. menenangkan nya. Ia berusaha membuka matanya. perlahan... matanya yang sudah sangat lelah berhasil menangkap bayangan saya. ia menatap saya. lama. se-lama ia mampu....

itu adalah tatapan paling menyedih kan dari nya kepada saya selama 17 tahun saya hidup dan dibesarkan oleh nya.

ia kembali memejamkan mata. ia manggut-manggut pertanda ia sudah lega.



***
saya penakut, tapi tengah malam ini saya menjadi sangat berani.
berlari ke mushola rumah sakit yang sangat sepi. sholat tahajut. membaca yasin sebanyak yang saya mampu. berulang-ulang.

saya tidak lelah tuhan. saya akan lakukan apapun yang engkau perintahkan, asal pahlawan saya bisa kembali kuat seperti biasa nya.

saya tidak tahu diri tuhan.
ingat padamu ketika disaat perlu.
tapi tolong saya kali ini.
jangan ambil dia sekarang..

jangan....

****



2 desember 2006
pukul 06.45 wib

Riuh. semua sosok yang berkepntingan dengan nya berhambur ke dalam ruang ICU yang awal nya hanya terbatas. kini dibuka begitu saja.

saya ikut menghambur kedalam. saya takut sekali waktu itu. tidak pernah setakut itu.
disana tampak beberapa kerabat berkumpul, Dokter dan perawat tengah berlomba dengan malaikat pencabut nyawa untuk menarik nya...
Suara mesin lambang malaikat maut berbunyi kencang . memburu...


"tiiiiiiiiiiiiiiiitt..."


disana..
saya melihat sosol kebanggaan saya berjuang menghadapi kematian. berjuang melawan takdir..
karena jika dia menyerah... saya akan sangat marah padanya.
karena masih banyak janji yang belum ditepati oleh nya.
saya tidak akan memafkan nya begitu saja!

saya hanya diam. tidak bernafas karena teramat takut.

Dokter dan perawat belum menyerah. ia menggunakan senjata untuk memenangkan pertempuran itu.

Senjata yang sangat menyakitkan memang untuk nya! itu beberapa kali menyetrum tubuh nya hingga membuat nya nyaris terpental dari ranjang. Tidak bereaksi.


para perawat pun memberi nafas buatan dengan Senjata lain!
Nihil. ia masih membisu.


dalam hati saya berkecamuk. antara memohon dan menghujat tuhan.


NIHIL.
Pahlawan saya menyerah....



"Ini adalah mimpi yang sangat mengerikan"
dalam mimpi pun saya tidak sudi mengalami kondisi seperti ini!

saya harap saya terbangun dari mimpi buruk ini.SEGERA!



Tapi saya tidak mimpi. ini nyata.hati saya hancur.saya tidak bisa lagi menitikan air mata...
sudah habis semalam.Rasa nya mau mati.

Walaupun saya tidak bisa memaafkan nya begitu saja, tapi ada setitik harapan untuk saya agar bisa bangkit! untuk bisa mewujudkan semua cita-citanya,

dia memang pergi, tapi dengan senyum diwajah nya.....

****


















Kamis, 15 Juli 2010

Feature for Radar Jogja :)


Tedjo Badut, Senang Bisa Membuat Orang Tertawa

Tedjo Badut, Badutnya Jogja. Membuat acara lebih meriah! Jargon itulah yang selalu melekat pada diri Sutedjo, yang kemudian akrab dengan nama Tedjo ini. Di setiap acara di Jogja, Tedjo selalu hadir dengan beragam hiburan yang dibawanya, kadang sulap, kadang wayang orang, kadang menjadi pembawa acara. Namun setiap kehadirannya, pasti para penonton terhibur. Seniman ini memang serba bisa, rupanya, memang sejak kecil talenta ini terbentuk.

Tedjo lahir di Purworejo, 18 Agustus 1960. Ia lahir dan besar dari lingkungan seni. Ayah dan ibunya merupakan seniman seni peran, lebih tepatnya seniman wayang orang yang kehidupannya selalu berpindah-pindah dari kota yang satu ke kota yang lain. Maka ketika orang tuanya pindah ke Purworejo ia pun lahir di sana.


”Saya bingung ketika ditanya, asalnya mana, aslinya mana, lahir di mana. Saya jawab saya asli Jogja, tetapi lahir di Purworejo. Di sana istilahnya numpang lahir, karena memang orang tua dulu hidupnya berpindah-pindah,” kata Tedjo mulai menceritakan pengalaman hidup berkeseniannya.




Karena selalu mengikuti kedua orang tuanya, mau tidak mau Tedjo pun hidup berpindah. Tak terhitung berapa kali ia harus keluar masuk sekolah. Namun dari kehidupan itulah ia mengenal seni yang membuat orang tuanya hidup. Hidup di lingkungan seni membuat Tedjo sangat akrab dengan dunia seni peran. Dia mulai mengenal seni tari, teater, cara mengibur orang, dan berdandan dengan make up untuk memerankan suatu tokoh tertentu.

”Pernah dulu sekolah di Jogj, terus ke kota lain, eh masuk Jogja lagi. Berkali-kali pindah sekolah. Soalnya selalu ikut orang tua wira-wiri, terbiasa dengan seni peran,” ujar Tedjo yang tak sempat meluluskan sekolah menengah pertamanya di Marsudi Luhur ini.


Memasuki tahun 70-an, pentas wayang orang mulai mengalami goncangan dan pelan-pelan ditinggalkan penontonnya. Ia pun mulai pindah ke kelompok Ramayana Ballet di Purawisata. Namun di sana pula ia menyadari bahwa kehidupan seniman tradisional tidak menjanjikan.

“Padahal kehidupan ekonomi semakin tinggi, kenyataannya memang butuh penambahan pendapatan. Apalagi setelah menikah dan memiliki anak tanggung jawab lebih besar lagi,” katanya suami dari Darsih ini.


Berangkat dari situlah ia mulai memutar otak untuk mencari tambahan bagi biaya hidupnya dan anak istrinya. Dengan skill yang dia miliki ia pun mulai merambah ke dunia entertain yang lebih dinikmati orang jaman sekarang. Dia melihat celah bahwa di Jogja sangat jarang hiburan untuk anak-anak.

”Di Jogja sangat banyak jenis hiburan. Mulai dari yang tradisional, hingga hiburan modern. Namun saya lihat, segmen untuk hiburan anak masih sangat jarang, porsinya untuk ABG (Anak Baru Gede-red) dan orang dewasa saja. Untuk perkembangan anak sendiri kurang bagus,” ujar ayah dua putri ini.



Tak jauh-jauh, ia pun tetap memilih dunia entertainmen dan memilih badut untuk segmen anak-anaknya. Ia melihat jasa badut penghibur masih sangat jarang, bahkan hampir tidak ada. Namun dalam perkembangannya sendiri, ia tidak hanya mbadut, apa yang diinginkan oleh kostumer ia berusaha melakukannya.



Badut yang selama ini ia perkenalkan adalah badut impor, dengan hidung merah dan wajah yang putih. Tetapi ia juga bisa menjadi ‘badut’ di dunia seni tradisional, apalagi ia sering berperan menjadi salah satu Punokawan.

“Punokawan itu kan ikon badut juga, tetapi tradisional. Dalam ketoprak para abdi itu yang membuat lucu. Yang penting, apapun caraku, orang selalu senang, melampiaskan dengan ketawa, karena orang seneng itu sehat,” katanya. (isa/Minati Arta)


Badut Bermuatan Pendidikan

Beraksi sebagai badut pengibur tidak begitu sulit bagi Tedjo, mengingat latar belakangnya yang sering pentas wayang orang serta berlaku jenaka menghibur penonton. Itu sudah cukup menjadi bekalnya memasuki dunia hiburan diluar seni peran.

Di kalangan teman-temannya, Tedjo memang dikenal sebagai pribadi yang ramah, pencair suasana dan jago ndagel. Sejak mengenyam bangku sekolah ia juga sangat aktif mengisi acara Agustus-an, Kartini-an, dan acara-acara seni sekolah pada waktu itu.


Sepenggal cerita Tedjo ketika duduk di bangku SMP, ia sering menggegerkan sekolah dengan ulahnya berkreasi dengan make up.


”Pernah saya memerahkan leher saya, karena melihat teman-teman saya merah juga lehernya. Saya kira sedang nge-tren yang seperti itu, jadi saya ikut-kutan memerahkan leher pakai lipstik. Guru pun memanggil saya karena hal itu, dikira saya macam-macam, ketika saya menghapus warna merah itu guru tidak jadi marah, dan malah tertawa,” ujarnya sembari tertawa mengingat kejadian itu.

Tejdo tampil sebagai badut sekitar tahun 90-an. Dengan berprofesi menjadi badut, selain dapat menghibur anak-anak, ia bisa menyisipkan muatan-muatan pendidikan. Apalagi dalam dunia anak-anak, badut kadang menjadi sosok yang menyeramkan.

“Terkadang anak-anak takut dengan orang-orang abnormal, seperti orang yang terlalu besar, terlalu tinggi, perut buncit, bahkan tidak sedikit anak-anak yang takut dengan badut. Di sini saya mencoba memberi tahu mereka, melalui sosok badut yang buncit, atau badut jangkung yang menggunakan enggrang, bahwa sosok itu juga manusia yang tidak berbahaya. Jadi tidak perlu ditakuti,” lanjut pemilik kuncir ini.

Ia selalu memperlihatkan apa yang dikenakannya cuma buatan, sehingga anak-anak mengerti dan tidak perlu takut lagi dengan sosok-sosok abnormal yang sering ia perankan. Misalnya jika ia menjadi sosok orang tinggi, ia akan memperlihatkan enggrang yang dipakainya agar anak-anak tahu itu hanya buatan.


Namun, tetap saja resiko pun kerap kali menghadang sepanjang karirnya sebagai entertainer. Misalnya saja ketika ia beraksi sebagai badut engrang, ataupun ketika tengah menghibur anak-anak dengan kostum tokoh tertentu.


”Pernah kostum saya robek ketika saya sedang melakukan pendekatan dengan anak-anak agar tidak takut dengan kostum tokoh tertentu. Itu tidak masalah bagi saya, yang penting apa yang saya lakukan bisa menghibur dan menjadi pengalaman yang tidak nakutin bagi mereka,” ungkapnya. (isa/Minati Arta)

Keseimbangan Berkesenian


Dalam aksi badutnya, Tedjo selalu menyisipkan aksi sulap. Mengenai aksi sulap yang ia mainkan, ia menggunakan trik yang cukup gampang apalagi, peralatannya ia membuat sendiri. Jarang sekali ia membeli peralatan sulap, selain harganya mahal juga untuk kreativitasnya sendiri sebagai entertainer.

Sulap yang ia mainkan bukanlah sulap yang mengandung magic seperti yang dikira orang. Menurutnya sulap itu ilmiah, bukan magic. Sehingga ia pun banyak menggunakan teori dalam membuat alat sulapnya. Misalnya teori Fisika, naik turun sebuah benda menggunakan tali, dan lain sebagainya.

Banyak pengalaman yang ia dapatkan sebagai seorang entertainer. Misalnya baru-baru ini ia menghibur anak-anak SLB (Sekolah Luar Biasa). Sebagai seorang entertainer, ia pun harus mencari cara untuk bisa membuat para siswa SLB ini tertawa.

”Jika menghadapi anak-anak tuna netra, maka saya harus mampu memainkan kata agar menarik perhatian sekaligus menghibur mereka. Lain lagi kalau menghadapi anak-anak tuna rungu, maka saya juga harus lebih menekankan gerak tubuh dan mimik wajah agar mereka mengerti apa yang saya sampaikan,” kata ayah dari Mulyaningtyas dan Murniyati ini.



Meski Sutedjo hidup dari aksi-aksi entertainernya, ia tetap tidak melupakan asal-muasalnya yang berangkat dari seni wayang orang. Hingga saat ini, ia masih aktif tampil dalam pentas wayang orang. Dalam pentasnya, ia lebih sering memainkan peran-peran penghibur yang jenaka seperti Gareng atau Bagong.

”Saya tidak akan melupakan dari mana saya berasal. Saya lahir dan tumbuh di dunia seni peran, wayang orang. Maka sampai kapan pun, saya akan tetap memberikan dedikasi bagi dunia itu, namun tetap dengan kapasitas dan talen yang saya miliki, yaitu sebagai penghibur,” ujarnya.

Sepanjang karir nya, banyak sekali suka duka yang dihadapi. Namun dengan jam terbang yang tinggi membuat semua kendala bisa teratasi. Ia pun tidak pernah kehilangan ide untuk selalu membuat orang tertawa. Sehingga ia pun bisa menikmati pekerjaannya sebagai penghibur.




Di sini ia mendapatkan kepuasan jasmani dan rohani karena ia memadukan antara hati dan pikirannya agar tercipta suatu keseimbangan.

”Dari segi jasmani, saya bisa mendapatkan materi untuk menghidupi anak istri saya. Bahkan anak-anak saya bisa sampai ke jenjang perguruan tinggi. Sedangkan dari segi rohani, saya sangat senang bisa menghibur dan menyenangkan orang lain,” ujarnya.

Hal tersebut sesuai dengan motonya yaitu ‘pusatkanlah hati dan pikiran sehingga menjadi sesuatu keseimbangan’. (isa/Minati Arta)