Tedjo Badut, Senang Bisa Membuat Orang Tertawa
Tedjo Badut, Badutnya Jogja. Membuat acara lebih meriah! Jargon itulah yang selalu melekat pada diri Sutedjo, yang kemudian akrab dengan nama Tedjo ini. Di setiap acara di Jogja, Tedjo selalu hadir dengan beragam hiburan yang dibawanya, kadang sulap, kadang wayang orang, kadang menjadi pembawa acara. Namun setiap kehadirannya, pasti para penonton terhibur. Seniman ini memang serba bisa, rupanya, memang sejak kecil talenta ini terbentuk.
Tedjo lahir di Purworejo, 18 Agustus 1960. Ia lahir dan besar dari lingkungan seni. Ayah dan ibunya merupakan seniman seni peran, lebih tepatnya seniman wayang orang yang kehidupannya selalu berpindah-pindah dari
”Saya bingung ketika ditanya, asalnya mana, aslinya mana, lahir di mana. Saya jawab saya asli Jogja, tetapi lahir di Purworejo. Di
Karena selalu mengikuti kedua orang tuanya, mau tidak mau Tedjo pun hidup berpindah. Tak terhitung berapa kali ia harus keluar masuk sekolah. Namun dari kehidupan itulah ia mengenal seni yang membuat orang tuanya hidup. Hidup di lingkungan seni membuat Tedjo sangat akrab dengan dunia seni peran. Dia mulai mengenal seni tari, teater, cara mengibur orang, dan berdandan dengan make up untuk memerankan suatu tokoh tertentu.
”Pernah dulu sekolah di Jogj, terus ke
Memasuki tahun 70-an, pentas wayang orang mulai mengalami goncangan dan pelan-pelan ditinggalkan penontonnya. Ia pun mulai pindah ke kelompok Ramayana Ballet di Purawisata. Namun di
“Padahal kehidupan ekonomi semakin tinggi, kenyataannya memang butuh penambahan pendapatan. Apalagi setelah menikah dan memiliki anak tanggung jawab lebih besar lagi,” katanya suami dari Darsih ini.
Berangkat dari situlah ia mulai memutar otak untuk mencari tambahan bagi biaya hidupnya dan anak istrinya. Dengan skill yang dia miliki ia pun mulai merambah ke dunia entertain yang lebih dinikmati orang jaman sekarang. Dia melihat celah bahwa di Jogja sangat jarang hiburan untuk anak-anak.
”Di Jogja sangat banyak jenis hiburan. Mulai dari yang tradisional, hingga hiburan modern. Namun saya lihat, segmen untuk hiburan anak masih sangat jarang, porsinya untuk ABG (Anak Baru Gede-red) dan orang dewasa saja. Untuk perkembangan anak sendiri kurang bagus,” ujar ayah dua putri ini.
Badut yang selama ini ia perkenalkan adalah badut impor, dengan hidung merah dan wajah yang putih. Tetapi ia juga bisa menjadi ‘badut’ di dunia seni tradisional, apalagi ia sering berperan menjadi salah satu Punokawan.
“Punokawan itu
Badut Bermuatan Pendidikan
Beraksi sebagai badut pengibur tidak begitu sulit bagi Tedjo, mengingat latar belakangnya yang sering pentas wayang orang serta berlaku jenaka menghibur penonton. Itu sudah cukup menjadi bekalnya memasuki dunia hiburan diluar seni peran.
Di kalangan teman-temannya, Tedjo memang dikenal sebagai pribadi yang ramah, pencair suasana dan jago ndagel. Sejak mengenyam bangku sekolah ia juga sangat aktif mengisi acara Agustus-an, Kartini-an, dan acara-acara seni sekolah pada waktu itu.
Sepenggal cerita Tedjo ketika duduk di bangku SMP, ia sering menggegerkan sekolah dengan ulahnya berkreasi dengan make up.
”Pernah saya memerahkan leher saya, karena melihat teman-teman saya merah juga lehernya. Saya kira sedang nge-tren yang seperti itu, jadi saya ikut-kutan memerahkan leher pakai lipstik. Guru pun memanggil saya karena hal itu, dikira saya macam-macam, ketika saya menghapus warna merah itu guru tidak jadi marah, dan malah tertawa,” ujarnya sembari tertawa mengingat kejadian itu.
Tejdo tampil sebagai badut sekitar tahun 90-an. Dengan berprofesi menjadi badut, selain dapat menghibur anak-anak, ia bisa menyisipkan muatan-muatan pendidikan. Apalagi dalam dunia anak-anak, badut kadang menjadi sosok yang menyeramkan.
“Terkadang anak-anak takut dengan orang-orang abnormal, seperti orang yang terlalu besar, terlalu tinggi, perut buncit, bahkan tidak sedikit anak-anak yang takut dengan badut. Di sini saya mencoba memberi tahu mereka, melalui sosok badut yang buncit, atau badut jangkung yang menggunakan enggrang, bahwa sosok itu juga manusia yang tidak berbahaya. Jadi tidak perlu ditakuti,” lanjut pemilik kuncir ini.
Ia selalu memperlihatkan apa yang dikenakannya cuma buatan, sehingga anak-anak mengerti dan tidak perlu takut lagi dengan sosok-sosok abnormal yang sering ia perankan. Misalnya jika ia menjadi sosok orang tinggi, ia akan memperlihatkan enggrang yang dipakainya agar anak-anak tahu itu hanya buatan.
Namun, tetap saja resiko pun kerap kali menghadang sepanjang karirnya sebagai entertainer. Misalnya saja ketika ia beraksi sebagai badut engrang, ataupun ketika tengah menghibur anak-anak dengan kostum tokoh tertentu.
”Pernah kostum saya robek ketika saya sedang melakukan pendekatan dengan anak-anak agar tidak takut dengan kostum tokoh tertentu. Itu tidak masalah bagi saya, yang penting apa yang saya lakukan bisa menghibur dan menjadi pengalaman yang tidak nakutin bagi mereka,” ungkapnya. (isa/Minati Arta)
Keseimbangan Berkesenian
Dalam aksi badutnya, Tedjo selalu menyisipkan aksi sulap. Mengenai aksi sulap yang ia mainkan, ia menggunakan trik yang cukup gampang apalagi, peralatannya ia membuat sendiri. Jarang sekali ia membeli peralatan sulap, selain harganya mahal juga untuk kreativitasnya sendiri sebagai entertainer.
Sulap yang ia mainkan bukanlah sulap yang mengandung magic seperti yang dikira orang. Menurutnya sulap itu ilmiah, bukan magic. Sehingga ia pun banyak menggunakan teori dalam membuat alat sulapnya. Misalnya teori Fisika, naik turun sebuah benda menggunakan tali, dan lain sebagainya.
Banyak pengalaman yang ia dapatkan sebagai seorang entertainer. Misalnya baru-baru ini ia menghibur anak-anak SLB (Sekolah Luar Biasa). Sebagai seorang entertainer, ia pun harus mencari cara untuk bisa membuat para siswa SLB ini tertawa.
”Jika menghadapi anak-anak tuna netra, maka saya harus mampu memainkan kata agar menarik perhatian sekaligus menghibur mereka. Lain lagi kalau menghadapi anak-anak tuna rungu, maka saya juga harus lebih menekankan gerak tubuh dan mimik wajah agar mereka mengerti apa yang saya sampaikan,” kata ayah dari Mulyaningtyas dan Murniyati ini.
Meski Sutedjo hidup dari aksi-aksi entertainernya, ia tetap tidak melupakan asal-muasalnya yang berangkat dari seni wayang orang. Hingga saat ini, ia masih aktif tampil dalam pentas wayang orang. Dalam pentasnya, ia lebih sering memainkan peran-peran penghibur yang jenaka seperti Gareng atau Bagong.
”Saya tidak akan melupakan dari mana saya berasal. Saya lahir dan tumbuh di dunia seni peran, wayang orang. Maka sampai kapan pun, saya akan tetap memberikan dedikasi bagi dunia itu, namun tetap dengan kapasitas dan talen yang saya miliki, yaitu sebagai penghibur,” ujarnya.
Sepanjang karir nya, banyak sekali suka duka yang dihadapi. Namun dengan jam terbang yang tinggi membuat semua kendala bisa teratasi. Ia pun tidak pernah kehilangan ide untuk selalu membuat orang tertawa. Sehingga ia pun bisa menikmati pekerjaannya sebagai penghibur.
Di sini ia mendapatkan kepuasan jasmani dan rohani karena ia memadukan antara hati dan pikirannya agar tercipta suatu keseimbangan.
”Dari segi jasmani, saya bisa mendapatkan materi untuk menghidupi anak istri saya. Bahkan anak-anak saya bisa sampai ke jenjang perguruan tinggi. Sedangkan dari segi rohani, saya sangat senang bisa menghibur dan menyenangkan orang lain,” ujarnya.
Hal tersebut sesuai dengan motonya yaitu ‘pusatkanlah hati dan pikiran sehingga menjadi sesuatu keseimbangan’. (isa/Minati Arta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar