Sepotong kenangan masa kecil.
Terlahir seorang anak perempuan secara tidak ter-planing
disebuah keluarga besar yang ketika ia dalam kandungan, ia sudah siap memiliki
teman bernama…. Keponakan.
Lahir sehat, dengan rambut hitam tebal seperti landak, wajah
mungil, kulit putih bak boneka cina yang lucu. Hampir setiap hari rumah itu
ramai orang-orang yang ingin melihat dan memberi salam selamat datang di dunia
ini untuk nya. Dan hampir setiap pagi pula kakak kandungnya ikut menemani ia
berjemur dibawah sinar matahari pagi sambil menjilati kulit wajah sang bayi.
Prediksi mereka kala itu, “Bayi lucu ini akan menjadi yang
tercantik di dalam rumah, yang paling cerdas, dan yang paling bersinar “
Tapi mereka salah.
Bayi itu tumbuh menjadi anak perempuan biasa-biasa saja.
Hanya anak perempuan aneh yang mempunyai dunia sendiri di dalam kepalanya.
Serta rambut yang tidak pernah berubah dari ia lahir hingga lebih dari 23 tahun
hidup nya.
(Aku, 1 tahun. Dipangku ibu. Bersama kakak ke-2 dan kelima. Serta kakak ipar)
***
Aku belum bisa bicara kala itu.
Mungkin umurku sekitar satu atau dua tahun. Ingatan ku juga masih samar-samar.
Namun masih ada satu dua cuplikan
memory yang cukup melekat hingga saat ini.
Kenangan itu didominasi dengan
warna kuning, terlihat begitu lawas namun juga membekas.
Dipandangan ku ada halaman rumah
yang dikelilingi oleh pagar bonsai setinggi manusia, hijau, segar, kokoh.
Seperti benteng penjaga rumah.
Ada beberapa petak tanah yang
dibercaki becek air hujan, dan
sepasang angsa galak yang mengejar-ngejar orang-orang yang melintas.
Lalu mereka akan berlarian sambil tertawa.
**
(Aku, ANCOL -1993)
Sepertinya disebuah pekarangan
belakang rumah. Terlihat beberapa tali jemuran melintang di beberapa sudut.
Pembatas halaman itu adalah pagar seng yang sudah berkarat kecoklatan.
Dipinggirnya terdapat beberapa kembang sepatu dan pohon ubi kayu yang baru akan
tumbuh. Pagar itu adalah pembatas antara rumah kami dan tetangga anti social
yang pelit dan botak. Mereka sering menggerutu tak tentu arah, bahkan ketika
buah belimbing masak dari tanah nya jatuh ke pekarangan kami, dia menggerutu
lagi.
Sementara dibagian kanan terdapat
bertumpuk-tumpuk barang tidak terpakai. Mungkin pekarangan ini juga sebagai
gudang.
Hari itu tidak begitu cerah. Di
hadapan ku ada seorang bocah lelaki berusia sekitar 8-9 tahun. Dia memegang
sebuah remote control berusaha menerbangkan sebuah mainan helikopter yang pada
masa itu terlihat begitu keren.
Dia mengajak ku berbicara
“ Dek. Keren kan mainan kakak?
Disini belum ada yang punya. Lihat tuh .. tuh.. bisa terbang..”
ujarnya
kegirangan sambil sibuk menggerakan jempolnya ke kiri dan kekanan.
Aku hanya diam. Karena aku belum
bisa berbicara kala itu.
Pelan-pelan, helikopter itu
terbang… terbang… mulai mengitari tepat diatas kepala si bocah lelaki. Bocah lelaki itu mengumpat sembari
tertawa girang. Si helikopter mulai semakin lincah ke kiri dan kekanan.. lalu
sekilas kemudian
terhuyung-huyuung menabrak
beberapa potong pakaian dijemuran. Sesaat kemudian, helikopter muncul kembali
kepermukaan. Dan dia tidak sendiri. Di ujung kakinya tersangkut selembar kain
seperti kacamata… dan ya. Mungkin itu yang dinamakan Bra. Sontak si bocah
lelaki berteriak kencang memanggil-manggil kakak no. 5, sembari tergelak
tentunya.
**
Disebuah ruangan. Gelap. Lantai
nya dari semen, Serta bau cat yang masih baru. Aku melihat seorang gadis dengan
wajah mungil, kullit kuning langsat dan hidung kecil yang mancung. Dia
sepertinya sedang mengasuhku.
Didepan ku dibawakan nya sebuah
boneka dakocan yang terbuat dari plastik. Boneka itu harus ditiup diisi angin
terlebih dahulu. Ia menjejalkan boneka berwajah jelek itu kepadaku..dan aku
teriak ketakutan sambil memeluk nya.
Dia tertawa.
“ Ayo ngomong R….kaya manggil ayam
tuh. KRRRRRRR~ KRRRRRR~ ayo coba…”
Aku bergumam sambil
menjetik-jentikan jari ku, seperti memanggil ayam.
“KELLLLLLL~ KELLLLLLL~”
Gadis itu tertawa terbahak.
**
Sore hari sepertinya. Setelah dari
pagi Ibu membawa ku ke tukang foto untuk membuat pas foto pendaftaran masuk
Taman kanak-kanak. Sehabis mandi. Rambut ku yang tebal disisir kebelakang,
setebal bedak dan cemong yang
mampir di muka ku. Aku duduk manis diruang TV. Menunggu teman-teman ku
akan datang untuk menumpang nonton serial jepang “Kamen Rider” atau satria baja
hitam. Teman ku yang datang tidak hanya satu atau dua orang. Tapi mungkin nyaris satu RT.
Jadi bisa dibilang, di daerah
tempat tinggalku dulu hanya beberapa keluarga yang mempunyai parabola yang bisa
menyiarkan stasiun TV RCTI agar bisa menonton kamen rider. Dulu kita belum
memasang parabola. Tapi setelah kejadian kakak ku yang ingin menumpang menonton
kamen rider di rumah tetangga yang kaya, ia dimintai uang sebesar 50 rupiah
setiap menonton disana. Begitu pun juga anak-anak lain. Ayah ku mendengar dan
dia tidak senang dengan itu. Akhirnya kami memasang parabola, dan anak-anak
lain pun hijrah menonton kamen rider kerumah kami trampa dipungut biaya apapun.
Aku adalah orang yang paling girang dengan situasi ini. Aku suka rumah ku
ramai, banyak teman.
Tikar digelar di depan tv berwrna
bermerk goldstar. Di rak tv tersebut terdapat sebungkus cetakan foto hitam
putih. Fotoku tadi pagi.
Orang-orang berdatanagan. Riuh.
Nonton bersama pun dimulai.
Setelah selesai ada keriuhan kecil
disana.
Beberapa anak tertawa dan
mengintimidasi salah satu anak berusia 8 tahunan yang tampak ketakutan. Muka
nya yang mirip suku dravida terlihat pucat pasi seperti ayam yang hendak di
sembeli h besok. Kakak ku mendatangi kerihan tersebut
“kenapo nih?”
“itu kak..si Toto. Dio ketawan maling..” ujar satu anak sambil menujuk si anak keling dengan mata belo yang sedang memegangi kantong
bajunya erat-erat.
“Hah maling apo? sini coba tengok! ”
sambar kakaku.
Dengan takut-takut Toto
mengeluarkan selembar pas foto hitam putih dari saku nya.
Yak . dia mencuri selembar foto
3x4 milik ku.
Kemudian satu ruangan tertawa
sembari menggoda toto.
“cieee toto naksir Mimin
yaa….cieee sampe maling foto nyo diem-diem.."
Toto diam. Malu-malu.
Seisi ruangan tertawa. Mereka ikut
menggodaku. Aku hanya diam belum begitu mengerti apa yang mereka katakana.
Dan sepanjang masa
kecil ku, mereka mengolok-ngolok bahwa aku adalah pacar toto.
(Aku , 2 tahun. Taman Mini Indonesia)
**
Aku punya tetangga yang memiliki
keluarga besar sama seperti keluarga ku.
Salah satu anaknya bernama Tari.
Tapi sering dipanggil “cengkurik” oleh orang-orang.
Cengkurik = bekas luka bulat-bulat
di kaki dan tangan.
Usia nya sekitar 12 tahun. Dia
suka mengajak ku bermain.
Suatu sore dia memboncengku dengan
sepeda balap milik kakaku dengan frame lurus dan tinggi.
Hingga petang kita masih berjalan
jalan. Ketika akan sampe rumah, aku tudak sadar kaki ku begitu dekat dengan
jari-jari. Sekejap kaki ku masuk jari-jari sepeda itu dan kita jatuh ketanah.
KAKI KU MASUK JARI-JARI SEPEDA!
Itu sakit sekali!
Aku ketakutan dan menangis, tapi
mungkin Tari lebih ketakutan lagi.
Orang-orang berkerumun. Keluarga,
ayah dan ibuku juga berkerumun.
Suasana genting dan orang—orang
tampak ketakutan, tapi ayahku meyakinkan semua akan baik-baik saja. Ah aku tau
kamu ayah. Kamu sedang berbohong, aku lihat raut muka mu kerakutan. Dia
mengelus-ngelus rambut sembari menenangkan ku.
Aku fikir aku akan mati saat itu,
Lalu ada seorang laki –laki yang
membawa beberapa kunci dan pelan-pelan membuka jari-jari tersebut. Ya sambil
menangis aku dikerumuni orang-orang dengan sebelah kaki nyangkut di jari-jari
sepeda. Ah buruk sekali.
**
Masih dengan tari. Aku
memanggilnya “Yuk Tarik’
Waktu itu masih duduk di taman
kanak-kanak.
Dia sering mengajak ku bermain
hingga sore. Saat petang ia akan membawa ku pulang kerumah. Lalu ia pulang
kerumah nya yang hanya berjarak 30 meter dari rumah ku.
Petang itu setelah mengantar ku
pulang, ia pun pamit pulang kerumah.
Hari sudah maghrib.
“yuk mau kemana jangan balek
lah..” ujarku sambil mengikutinya keluar,
“Mimin dak boleh main lagi, maghrib..
kagek disumputin wewe..” ujarnya.
Dia berjalan pulang kerumah nya,
setelah sempat menyuruhku masuk kerumah. Tapi dia tidak sadar bahwa aku sedang
mengikutinya.
Aku mengendap – ngendap
mengikutinya. Di sekitar rumah ku sudah sangat sepi. Tidak ada orang yang
keluar rumah, aku bersembunyi dibalik bangku semen persegi panjang. Melihat yuk tari masuk kedalam
rumahnya.
Tidak lama…entah energi darimana.
Tau-tau dari arah belakang seperti ada yang mendorong kepala ku ke bangku semen itu. Kuat sekali. Aku sempat tidak
sadar beberapa detik. Lalu tiba-tiba bibir kiri ku perih sekali.
Aku pegang bibirku dengan
telunjuk. Dan darah segar menempel di telunjuk ku.
Aku kaget . aku meringis. Aku liat
sekelilingku, tidak ada siapa-siapa.jadi siapa yang mendorong ku barusan? Ah
pengecut sekali! Umpatku.
Aku berjalan terhuyung-huyung
kerumah sambil memandangi bercak darah di telunjuk ku.
Didalam rumah aku bertemu ibuku,
dan mengadu pada nya.
“Buk…bibirku berdarah”
Ibu ku menoleh dan sontak menjerit
ketakutan. Berikut nnya dia menangis kencang sambil menggendong ku.
“AAA anak ku… pak.. pak mimin
bibirnya berdaraaahh ini kenapa…”
teriak ibu ku sembari berlari ke
kamar. Keluarga ku berhambbur keluar. Terlihat kengerian diwajah mereka.
“dek.. kenapa… ini siapa yang nganu…”
tanya salah seorang kakak ku.
“panggil tarik… panggiilllll…”
teriak ibuku sambil menangis. Entah lah. Erangan ibuku membuat aku semakin
ketakutan.
Mungkin ini sangat buruk. Apakah
aku akan mati setelah ini?
Akupun ikut menangis kencang.
Bukan karena sakit dibibir. Tapi karena ibuku menangis histeris seperti aku
sudah mati dan dia sedang menggendong mayatku.
Aku ceritakan kejadian nya. Dan
sepakat mereka berasumsi bahwa aku. “Di isengin setan”. Dan berulang ulang
mereka mengatakan agar aku jangan sekali-kali keluar ketika maghrib.
Aku masih menangis sejadi-jadinya.
Sambil ayahku membawaku keruang
praktik nya. Dia memberi pilihan apakah aku ingin dijahit agar bibir bawah kiri ku yang sobek tidak
berbekas kelak, atau hanyaa dibersihkan dan diberi betadine dengan resiko akan
berbekas sampai aku dewasa.
Aku menangis lagi. Aku mebayangkan
bibir kiri ku dijahit dan harus disuntik dengan alat suntik ayahku yang jarum
nya sangat besar dan mengerikan.
Aku memilih, luka ini membekas di
sudut bibir ku hingga aku besar.
Dan ya.. hingga kini, jika
diperhatikan masih ada sedikit tonjolan bekas luka.di bagian bawah bibir kiri
kiri ku.