Ketika musim panas.... aku akan menari dibawah terik matahari, tanah merah... dan berburu rumput Apitson...
Tidak banyak yang berubah dari perjalalan ku dari rumah menuju Talang duku. Sebuah daerah luar.Tanah merah berdebu, hutan jati, pohon duren dan rumput khas tanah tropis juga mobil mobil raksasa pembawa peti kemas dan truk ugal-ugalan. Masih sama seperti 15 tahun lalu, masa ketika aku hampri setiap hari melewatinya. Sepulang sekolah aku sering di jemput ayahku, lalu menuju ke sana, tempat salah satu mata pencaharian ibuku ; dua buah rumah makan di pinggir dermaga.
Dulu... aku selalu bisa menghapal detil perjalanku menuju kesana. Mulai dari lubang di aspal yang setiap hari akan bertambah lebar, juga muncul lubang lain nya dibeberapa tempat. Dan... ah ya. pohon durian, aku hapal beberapa titik pohon durian dipinggir jalan yang berbuah, dan aku pun bisa mendeteksi ketika buah nya telah hilang dari pohon keesokan harinya.
Jika musim hujan, tanah merah disana berubah menjadi semacam lumpur lengket yang akan membuat alas kaki mu menjadi lebih tebal hingga beberapa centimeter. Namun jika musim kemarau, tanah merah itu akan menjadi sangat kering dan pecah-pecah membentuk retakan-retakan seolah tanah yang kita pijak akan tenggelam dalam bumi. Maka jika begitu aku akan menikmati waktu santai siang musim panas ku untuk bermain-main mencari buah manggis dan duku, sesekali pekerja pekerja disekitar dermaga menggoda ku dan mengajak ku bermain. Jika sedang musim nya, aku menunggui durian jatuh di sebuah rumah kayu disamping warung kami, mancing di pinggir dermaga bersama ayahku, atau berlari dan menari dibawah sinar matahari sambil mengumpulkan rumput apitson. Kamu pasti tidak tahu rumput apitson. Itu adalah sejenis rumput liar yang tumbuh ditanah merah, jika kamu cabut hingga ke akar, lalu ciumlah akar nya dan disana akan tercium bau mint yang sangat segar. Bau yang hanya bisa aku identifikasi sebagai bau balsem, dan hingga dewasa aku menyebutnya rumput apitson (yang merupakan salah satu merek balsem terkenal saat itu). Ketika aku menemukan rumput aneh itu, aku merasa sudah mengalami penemuan besar, seperti penjelajah menemukan jejak harta karun. Mungkin rumput ini adalah bahan baku pembuatan balsem dan perment mint yang sangat aku suka? disini terdapat sangat banyak rumput apitson... aku berfikir akan memproduksinya suatu hari nanti menjadi produk produk yang menakjubkan... lalu aku akan kaya raya. Makanya saat itu aku merahasiakan penemuan rumput apitson ini dari siapapun.
Sudah sangat lama. belasan tahun lalu. Ketika pada suatu sore beberapa minggu lalu aku pergi ke Talang duku untuk buka bersama di kantor almarhum ayahku. Masih sama suasana disana, yang membedakan mungkin hanya pembangunan beberapa rumah, juga dermaga yang kian megah. Aku tidak melihat rumput apitson lagi dikarenakan seluruh area kantor sudah diaspal atau di lantai dengan batu. Namun ada satu kebahagian kecil ketika aku menginjakan kaki kesana, ketika ibu ku datang banyak orang yang menyalami dan memeluknya, menanyakan kabar dan kesehatan, dan mereka masih mengingat baik sosok ayahku. Bahkan mereka menanyakan siapa anak perempuan yang berdiri disamping ibuku, celetukan celetukan ringan
"Itu... mimin? sudah besar.."
Aku hanya tersenyum. Bersyukur masih ada yang bisa mengingat sosok ayahku. Dan aku sebagai anak nya. Disana juga bertemu beberapa teman ayahku yang sudah pensiun juga mantan mantan pegawai warung makan kami dulu, mereka sudah nampak tua. Ah ...waktu berjalan begitu cepat ya...
seperti ketika aku memperhatikan wajah ibuku. Meski masih tampak cantik, sudah banyak kerutan di beberapa bagian wajahnya, juga beberapa helai rambut putih di rambutnya...
Hmm... Semoga selalu sehat ya Ibu sayang. Beri kesempatan anak mu yang keras kepala ini untuk membuat kamu bahagia.
I love you.