Routines
Malam cerah di Ibukota. Sama seperti beberapa malam yang sudah-sudah. Pulang lebih dari azan isa. Bahkan lebih
larut lagi.
Melangkah keluar pagar dari rumah yang merupakan tempat mencari sesuap
nasi, namun bagi nya lebih mirip rumah
pertama bahkan dibanding tempat dia menghabiskan berpuluh-puluh malam dan
bermimpi disana. Pagar akan dibukakan dengan ramah
dengan 1 atau 2 dari pengawal-pengawal berbadan besar. Sambil tersenyum dan
mengucapkan selamat jalan.
Dia berjalan
lambat, disebrang pagar sudah disambut sapa ramah tukang tambal ban yang
merangkap tukang ojek, dan seorang pria paruh baya dari barat jawa yang membuka
warung gerobak. “Neng.. balik
neng?” kadang-kadang
sambil melambai-lambaikan tangan.Lucu sekali. Dia melanjutkan
perjalanan, santai. Sambil menikmati pemandangan megah disana.Disekelilingnya
sudah berdiri kokoh gedung-gedung tinggi,, lampu kelap kelip disegala penjuru,
manusia-manusia cantik dan tampan , dengan bungkusan ternama sangat banyak
mereka disana. Tapi mengapa mereka terlihat begitu seragam?Dia mengeleng-gelengkan kepala.
“Tempat ini yang
terlalu megah, atau aku yang begitu kecil? “ – Celetuknya.Celetukan yang
tidak akan pernah di dengar siapa pun disini, karena semua begitu riuh, sibuk,
dan terburu-buru. Orang-orang
disana berjalan degan langkah cepat. Dia pun mulai mempercepat langkahnya. Tapi untuk apa?
Tidak ada yang
menunggu nya di kamar.
Kini dia berhenti
di sebuah penyebrangan pejalan kaki yang begitu ramai menanti gajah-gajah dan
kuda besi sedikit mengurangi keegoisan mereka untuk berhenti sejenak dan
memberi jalan. Menunggu sembari memasukan kedua tangan ke kantong jacket
tebalnya yang kebesaran. Membenarkan letak syalnya yang kedodoran, lalu
memandangi langkah suede boots-nya yang
terlihat begitu kecil. Disebuah kamar
mungil, yang belum ada kotak berusara dan bergambar yang hampir dimiliki semua
manusia modern abad ini… disana dia menghabisan malam. Merenung, dan berfikir.
Ingin sekali segera menjadi dewasa dalam waktu yang sebenarnya, bukan hanya
sekedar dari deret angka-angka penuh kenangan yang sudah lewat,. Ingin sekali
ia menampik semua anggapan miring tentangnya,, orang-orang yang berada digaris
sebrang yang kerap berkata bahwa ia tidak pernah menjadi dewasa, dia hanya
bertingkah mengikuti bentuk fisik dan ‘kemasan’ nya. Benarkah dia tidak pernah
benar-benar dewasa? Untuk itu dia berada disini. Meski semuanya tidak mudah,
tapi dia berusaha… Sebagai titik balik, dan pembuktian mungkin? Serta, setiap
malam dia menumpuk rindu untuk orang-orang terkasih disekitarnya. Orang tua, saudara, dan sahabat-sahabat
tersayang.
Rindu..Rindu.. Rindu,Mengapa kata Rindu menjadi begitu
indah didengar?Apa karena belum
tau kapan waktu yang tepat untuk mengobatinya?Kebersamaan
menjadi begitu berati, hanya kenangan-kenangan manis yang menjadi pengantar
mimpi yang indah.Dia pun terlelap
dibuai dengan sedikit keriuhan kecil dari deretan lampu kelap-kelip, sinar
kuning lampu jalanan di depan balkon terasa seperti buaian bulan, dan beberapa
gambar-gambar hidup penuh senyum yang tergantung di dinding kamar, wajah orang-orang
terkasih..Meski ada dari
mereka yang pergi meninggalkan nya , dengan alasan yang sungguh tidak bisa
diterima hati dan otak. Pagi datang.
Membuka mata dengan disambut suara wanita yang paling dikasihinya di Dunia
ini melalui sebuah jaringan. Dia mandi,
lalu bersiap melangkah kembali .
Bekerja. Begitulah seterusnya.
Kadang dia
mengahabiskan malam sendiri saja., Kadang dia menghabiskan malam dengan
beberapa sahabat. Dimana
salah satu sahabat itu adalah ‘musuh’ di masa lalu. Karena beberapa kondisi
mereka harus bermusuhan. Tapi kenapa justru kini menjadi teman yang sangat
dekat?
Terkadang, Teman nya itu datang dengan membawakan sepotong ayam, sebungkus
coklat, salad atau sebotol air mineral. Itu sangat manis. Bahkan saat ini, Dia jauh
lebih menyayangi teman nya itu dibanding seorang yang menjadi alasan mereka
harus bermusuhan di masa lalu. Hihi..
Setidaknya , Musuh menjadi sahabat itu lebih baik daripada orang yang kamu
anggap sahabat tapi malah menyakitimu
dengan sama sekali tidak menggunakan otak dan hatinya, itu lebih buruk daripada.....
Ah yasudahlah...
Toh setiap orang akan menuai benihnya masing-masing.
Oke, Selamat malam para Zombie dan Robot.
Kota pejalan cepat, 20 Juni 2012
Minati arta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar